Tangki Cinta yang Kosong
Dalam Fitrah Peran Bunda, seorang Ibu salah satunya memiliki peran “The Person of Love & Sincerity”. Yang memberikan cinta dan ketulusan. Yang tanpa pamrih merawat dan menjaga, hampir 24 jam dalam setiap harinya. Ibu Sang Penghasil cinta.
Seorang Ibu bisa terus mencintai anaknya. Mencintai anak tidaklah sulit sebenarnya. Tapi menyelesaikan semua tugas rumah tangga yang tercakup dalam ekspektasi diri dan orang lain itu yang sulit. Ingin rumah bersih rapih, memasak tepat waktu, anak tidak rewel, punya waktu mandi yang nyaman, ingin punya lebih banyak waktu untuk tidur, dsb. Sulit untuk memenuhi semua itu. Pada akhirnya Ibu berdamai bahwa tak mungkin semuanya terwujud. Dan keluarga lainnya juga seharusnya begitu.
Dengan semua cinta yang diberi di setiap harinya, memang terbentuk cinta-cinta baru yang diperbaharui dengan syukur dan sabar. Dengan kebahagiaan dan senyuman. Dan semua hal baik lainnya. Tapi bukan berarti seorang Ibu tak bisa terkuras. Bukan berarti seorang Ibu tak bisa kehabisan cinta.
Ibu-di luar sana-yang menyakiti anaknya adalah contohnya. Tangki kosong yang tak bisa menuangkan bulir cinta, malah menumpahkan air mata. Tangki yang kehilangan sumber cinta dan bahagia, kehilangan juga kemampuan sabarnya dan logikanya.
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah, Dia yang Maha Cinta, mengisi supply kebutuhan cinta yang diilhamkan kepada hati para Ibu di dunia, tapi bukan berarti Ibu tak butuh diisi cintanya oleh orang terdekatnya. Merasa dicintai, adalah sumber kekuatan, tak bisa kita pungkiri.
Bukanlah Robot
Barangkali ada seorang Ibu tak pernah ditanya bagaimana kabarnya, disaat yang sama keluarga atau orang lain hanya peduli dengan bayinya yang manis dan lucu. Sakit sakit di badannya tak ada yang peduli, yang mungkin hanya dinasihati, “Sabar ya”. Tak ada lagi foto kebanggaan dirinya berisi kenangan tentang dirinya, kini kebanyakan diisi oleh sang buah hati dan orang lain yang meminta foto bersamanya.
Seperti kedengarannya, bukan robot. Jelas. Ibu adalah manusia. Bisa kelelahan dan marah. Bisa sakit hati dan terluka. Bisa sakit dan tak berdaya.
Jangan minta seorang Ibu untuk menampik semua perasaan itu, bahkan demi sang anak. Yang perlu dilakukan adalah membantu seorang Ibu untuk melampiaskan semua rasa itu dengan benar.Tak ada ibu yang sempurna, begitu juga untuk sang Ayah.
Menjadi orang tua, kita dianugerahi kekuatan. Kita bisa melakukan apa saja yang diperlukan. Tapi bukan berarti melupakan jati diri orang terdekat kita yang sedang menjadi orang tua, apalagi orang tua baru, mereka juga manusia.
Seringkali Ikhlas Butuh Dibantu
Salah satu percakapan terbaik versiku di film ayat-ayat cinta : Saat Aisyah pergi dari rumahnya (yang ada Maria dan Fahri) karena cemburu dan perasaan yang teraduk-aduk, Fahri mengatakan ini kepada Aisyah untuk menjemputnya kembali : “Ikhlas Aisyah. Itu yang saat ini aku berusaha untuk jalani. Aku tidak ikhlas menerimamu lebih kaya dari aku, aku tidak ikhlas menerima kondisi kita bertiga dengan Maria, hingga aku tidak tahu adil itu apa dan bagaimana. Aku akan belajar lagi. Tapi untuk itu aku butuh kamu.”
Dari percakapan ini, aku mengambil salah satu hikmah bahwa untuk mencapai titik keikhlasan, kita sebagai manusia yang lemah, seringkali butuh dibantu. Keikhlasan ditemukan dalam ketenangan. Konteks diatas , Fahri sebagai suami membutuhkan Aisyah sebagai istri untuk membuatnya tenang.
Bantuan itu, bukan hanya dibantu secara spiritual melalui kedekatan kepada Sang maha Pencipta, tapi seringkali juga bantuan secara langsung. Melalui perpanjangan kasih sayangNya, pertolongan nyata itu dibutuhkan, semisal orang tua yang kehilangan anaknya karena terbunuh. Mengapa sang orang tua menyuarakan keadilan dan hukuman terhadap pelaku? Bukan berarti orang tua tersebut tak ikhlas akan kehilangan anaknya, tapi dengan keadilan itulah hadir ketenangan. Ketenangan yang menghasilkan keikhlasan.
Seorang Ibu yang penuh kekhawatiran, yang dicekoki kalimat negatif, tak dipercaya mengurus anaknya, tak cukup dicintai keluarganya, tak diisi nafkah lahir batinnya, apakah mampu untuk ikhlas menjalani perannya sebagai Ibu? Sulit. Hm, Mungkin ada yang bisa, dengan hikmah dari Allah tentunya.
Bantulah para Ibu. Bantulah juga para Ayah.
Inilah sedikit perenunganku. dari kisah yang diceritakan bibir, atau dari cerita dari film yang kusimak, dari nasihat pernikahan yang kudengar, dari pengalaman dalam mencintai sebagai seorang Ibu
Para Ibu, jangan lupa cintai diri sendiri
Jangan lupa cintai ayah
Dan salinglah mendukung ^^
Muthi Fatihah Nur
17/2/2023